Sabtu, 02 Januari 2010

Hadits Mubham, Majhul dan Ma'tsur

Yang Dimaksud Dengan Hadits Mubham, ialah:
هُوَمافى متنه أو سنده راو لم يسم سواء كان رجلا أو امرأة
”Hadits yang di dalam matan atau sanadnya terdapat seseorng rawy yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.”

Ke-ibham-an rawy dalam hadits mubham tresebut, dapat terjadi karena tidak disebutkan namanya atau disebutkan namanya, tetapi tidak dikelaskan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu, sebab tidak mustahil bahwa nama itu dimiliki oleh beberapa orang, atau tidak terjadi karena hanya disebutkan jenis kelauarganya, seperti ibnun (anak laki-laki), ummun 9ibu), khallun (paman) dan lain sebagainya, yang sebutan-sebutan tersebut belum menunjukkan nama pribadi seseorang.

Hadits mubham itu ada yang terdapat pada matan, dan ada yang terdapat pada sanad.
Contoh Hadits Mubham yang terdapat pada matan, ialah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a., yang meriwayatkan:


ان رجلا سأل النبى صلى الله عليه وسلم: أي الاسام خير؟ قال: تطعم الطعام وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف—متفق عليه


“bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah saw katanya: “(perbuatan) Islam yang manakah yang paling baik?” Jawab Nabi: “Ialah kamu merangsum makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal”. (Riwayat Bukhary-Muslim)

Menurut penyelidikan As-Suyuthy bahwa orang laki-laki yang ertanya kepada Rasulullah itu ialah Abu Dzarr ra.

Contoh Hadits mubham yang terdapat pada sanad, seperti Hadits Abu Dawud yang diterimanya dari

حجاج عن رجل عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النبى صلي الله عليه وسلم قال: المؤمن غر كريم – الحديث -

“Hajjaj dari seorang laki-laki dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muhammad saw. Sabda Rasulullah: “ Orang Mu’min itu ialah orang yang mulia lagi dermawan”.

Di dalam hadits tersebut Hajjaj tidak menerangkan nama rawy yang memberikan Hadits kepadanya. Oleh karena itu sulit sekali untuk menyelidika identitasnya.
Jika nama seorang rawy disebutkan dengan jelas sekali, akan tetapi ternyata bukan tergolong orang yang sudah dikenal keadilannya dan tidak ada rawy tsiqah yang meriwayatkan Hadits dari padanya, selain seorang saja, maka rawy yang demikian keadanya desebut dengan Majhulul-‘ain, dan hadits yang diriwayatkannya disebut dengan Hadits-Majhul.

Jika seorang rawy dikenal keadilannya dan kedlabitannya atas dasar periwayatan orang-orang yang tsiqah, akan tetapi pernilaian orang-orang tersebut belum mencapai kebulatan suara, maka rawy tersebut dinamai Majhulul-Hal dan haditsnya disebut Hadits Ma’tsur.

Hukum Hadits Mubham
a. Hadits mubham yang terdapat pada sanad ialah termasuk Hadits Dha’if, karena itu tidak maqbul. Dasar penolakan hadits mubham pada sanad ini, ialah ketiadaan dikenal nama dan pribadi si-rawy itu sekaligus tidak dapat dietahui identitasnya, apakah ia seorang yang dipercaya atau bukan. Biarpun hadits mubham pada sanad itu mengguankan lafadz penyampaian berita yang daat difahamkan adanya arti kepercayaan, seperti lafadh haddatsana-tsiqatun atau haddatsana’adlun (telah bercerita kepadaku seorang yang dipercaya atau adil), namun menurut pendapat yang lebih kuat, belum juga diterima sebagai hadits yang maqbul.
b. Berlainan halnya dengan hadits mubham yang terdapat pada matan, tidak ditolak secara mutlak. Hadits itu masih dapat diterima sebagi hujjah, asalkan memenuhi syarat penerimaan dapat sauatu haditshadits. Sebab yang tidak dijelaskan namanya dalam matan hadits tidak dijadikan sandaran untuk menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits, tetapi ia hanya menjadi objek dalam riwayat, bukan subjek yang meriwayatkan.
c. Hukum kedua hadits majhul dan ma’tsur pada prinsipnya adalah dha’if. Tidak dapat dijadikan hujjah. Akan tetapi kalau hadits tersebut mempunyai muttabi’ atau syahid yang tidak sedikit jumlahnya, maka naiklah ia menjadi hadits hasan lighairih.
Faidah mengetahui hadits mubham
Adapun faidah mengetahui hadits mubham itu antara lain, ialah:
1. untuk mengetahui tsiqah atau lemahnya rawy, sehingga karenanya suatu hadits dapat diklasifikasikan sebgai hadits shahih, hasan atau dla’if.
2. untuk megetahui nasikh dan mansukhnya suatu adits sebab dengan diketahuinya identitas orang yang diragukan, dapat diketahui apakah ia termasuk orang yang memeluk agama Islam di awal kedatangan Agama Islam. Ataukah baru masuk islam di akhir hayat Rasulullah saw. Jika diketahui demikian, maka hadits yang diriwayatkannya lebih dahulu dimansukh dengan hadits yang diriwayatkannyaterkemudian, apabila ternyata kedua buah hadits itu saling berlawanan dan tidak dapat dikompromikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar