Kajian Hadits tentang Memuliakan Tetangga
Defenisi
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang
yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang
bersebelahan. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ
dan جِيْرَانٌ .”.
Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang
bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat,
teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan
kerabat atau bukan.
Batasan tetangga yang mu’tabar
adalah empat puluh rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan oleh Aisyah
Radhiallahu ‘anha, Az Zuhri dan Al Auzaa’i.
a)
Sepuluh rumah
dari semua arah.
b)
Orang yang
mendengar adzan adalah tetangga. Hal ini disampaikan oleh Imam Ali bin Abi
Tholib Radhiallahu ‘anhu.
c)
Tetangga
adalah yang menempel dan bersebelahan saja.
d) Batasannya adalah mereka yang
disatukan oleh satu masjid.
Yang rajih insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang
berlaku. Apa yang menurut adat tetangga adalah tetangga. Wallahu A’lam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang
paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya
terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga
juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan
tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman
perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap
mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
Agama Islam agama fitrah yang memperhatikan hak-hak yang
berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur
hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan
keselarasan yang sempurna. Diantara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan
Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk
hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta,
kasih sayang dan persaudaraan antar mereka. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana dalam
hadits dibawah ini.
Sabda
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam :
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku
menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
Dalam Shahih Muslim, redaksi hadits tersebut adalah
حدثنا
قتيبة بن سعيد، عن مالك بن أنس، ح وحدثنا قتيبة، ومحمد بن رمح، عن الليث بن سعد، ح وحدثنا أبو بكر بن أبي
شيبة، حدثنا عبدة، ويزيد بن هارون، كلهم عن يحيى بن سعيد،
ح وحدثنا محمد بن المثنى، - واللفظ له - حدثنا عبد الوهاب، - يعني الثقفي - سمعت
يحيى بن سعيد، أخبرني أبو بكر، - وهو ابن محمد بن عمرو بن حزم - أن عمرة، حدثته أنها، سمعت عائشة، تقول
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم [2]
Hadits yang agung ini
menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki
kedudukan yang penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim.
Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat
direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.Wasiat Islam Terhadap Tetangga
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga
hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhidNya
serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana
firmanNya:
وَاعْبُدُوا
اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ
لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisaa’:36)
Demikian pula hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam telah menjelaskan kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga
kehormatan dan kemuliannya dan perintah menutupi aib mereka, menundukkan
pandangan dari harta kehormatannya dan menjauhi hal yang menyakiti dan
mengganggunya.
Diantaranya hadits Aisyah dan Ibnu Umar ini. Lihatlah
baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan: “Sehingga
aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut
meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan
mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kemakrufan
kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga
dan menunaikan hak-hak mereka.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menetapkan
pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya
ketika ditanya:
أي الذنبِ عند اللَّه أكبر
قال أن تجْعل للّه ندا وهو خلقك قلت ثم أي قال ثم أن تقتل ولدك
خشية أن يطعم معك قلت ثم أي قال أن تزاني بحليلة
جارك
“Dosa apa yang terbesar
disisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Menjadikan
sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu”. Saya (Ibnu Mas’ud)
bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena
khawatir dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau
menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.”
Tidak cukup hanya disitu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam pun memerintahkan Abu Dzar untuk memperbanyak kuah masakannya agar
dapat dibagi dan dirasakan tetangga, seperti dalam hadits :
عن
أبي ذر، قال إن خليلي صلى الله عليه وسلم أوصاني " إذا طبخت مرقا فأكثر
ماءه ثم انظر أهل بيت من جيرانك
فأصبهم منها بمعروف "
“Dari Abu Dzar beliau berkata: “Kekasihku shallallahu ‘alaihi wassalam
telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya
kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka.” [3]
Hak-Hak Tetangga
Telah
jelas bahwa tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam
Islam. Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi
semuanya dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:
a. Berbuat Baik Kepada Mereka
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karektaristik
Islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwaziy meriwayatkan dari Al Hasan
Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik
kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya.”
Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda:
عن
عبد الله بن عمرو، قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " خير الأصحاب عند الله خيرهم لصاحبه وخير
الجيران عند الله خيرهم لجاره " . قال أبو عيسى هذا حديث
حسن غريب[4]
“Sebaik-baiknya
sahabat disisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah
adalah yang paling baik kepada tetangganya.”
Adapun untuk berbuat ihsan kepada tetangga adalah dengan
cara:
-
Memuliakannya
Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman
seorang muslim sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam dalam hadits yang shahih yang berbunyi:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”
Dan dalam lafadz yang lain:
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Maka hendaklah memuliakan
tetangganya”
-
Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah,
mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit,
memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu
membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akherat serta memberi mereka
hadiyah.
Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam :
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى
أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam saya memiliki
dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiyah? Beliau menjawab: “Kepada
yang pintunya paling dekat kepadamu.”b. Sabar Menghadapi Gangguan Tetangga
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat
dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan
memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak
disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashriy berkata: “Tidak
mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik
terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”
Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada
tetangga ada pada empat hal:
a. Senang dan bahagia dengan apa
yang dimilikinyab. Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya
c. Mencegah gangguan darinya
d. Bersabar dari gangguannya
c. Menjaga dan Memelihara Tetangga
Ini merupakan hak ketiga untuk tetangga. Imam Ibnu Abi
Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah
dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan
memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiyah, salam,
muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan
sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau
maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah meniadakan
iman dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan
tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa
besar.”
Telah dijelaskan diatas akan kedudukan tetangga yang tinggi
dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wassalam :
لا وَاللَّهِ لا يُؤْمِنُ لا وَاللَّهِ لا يُؤْمِنُ لا وَاللَّهِ لا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَنْ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
جَارٌ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak
demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak
aman dari kejahatannya.” ”
Dalam riwayat lain:
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak masuk syurga orang
yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”
Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah
mengganggu tetatangganya”.
Demikianlah besarnya hak tetangga
yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya
bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita
perbaiki kehidupoan kita dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai
kemulian dan kebahagian didunia dan akherat.Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
tetangga merupakan orang-orang yang berada di antara kita, yang harus
dihormati. Oleh karena itu tetangga mempunyai hak-hak yang harus kita berikan
kepadanya. Kita sebagai umat Islam hendaklah menghormati hak-hak tetangga kita
sebagaimana mestinya meskipun tetangga kita tersebut non-muslim.
Penghormatan kepada tetangga tersebut memberikan suatu
pengertian kepada kita bahwa Islam adalah ajaran pembawa kemaslahatan bagi
manusia. Aturan-aturan yang
dituntut memang suatu hal yang memang baik baik baikumat manusia.
Daftar Pustaka
-
Abu Daud, Sunan
Abi Daud
-
Ibn Majjah, Sunan
Ibn Majjah
-
Al-Naisabury,
Abi al Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusairy, Shahih Muslim. Kairo:
Daar Ahya wa al-Kitab al-Arabiyah
-
Al-Tirmizy,
Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmizy, Beirut-Libanon:
Daar al-Fikr
-
Thalib,
Muhammad, Terjemah Syarah al-Arbain Hadits al-Nawawi, Yogyakarta,
Penerbit: Media Hidayah.
-
Zakaria, A, Materi
Da’wah untuk Da’i dan Muballigh, Bandung, Penertbit: Risalah Press. 2005. Cetakan
II.
[1] - Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Birr wa Al Shilah wa
Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, No. 6852, 6853, dan
6854
- Abu Daud dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Fi
Haqil Jiwaar, No. 5153, 5154
- Attirmidziy dalam Sunannya,
kitab Al Bir Wash Shilah, Bab Ma Ja’a Fi Haqil Jiwaar No. 2068,
2069
- Ibnu Majah dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Haqul
Jiwaar No. 3804
Tidak ada komentar:
Posting Komentar