Manusia dengan akal fitrah yang dimilikinya, selalu melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap lingkungannya guna dapat mengambil tindakan dan langkah yang dirasa tepat dan terbaik. Hal itu dilakukan dalam usaha manusia beradaptasi dengan alam, dengan sesuatu tujuan agar dapat tetap menjaga kelangsungan hidupnya dan memenuhi kebutuhannya, serta dapat hidup dengan lebih baik.
Sebenarnya sejak lahir dibekali oleh Tuhan dengan fitrah yang suci dan akal yang cerdas serta kebebasan untuk memilih tingkah laku yang baik dan tepat. Tetapi bagaimanapun hebatnya manusia, pasti mempunyai keterbatasan diri. Dan bahkan aliran yang paling rasional dalam Islam sendiri pun, sepeti mu’tazilah mengakui bahwa manusia mampu menjangkau dan memilih mana yang baik dan yang buruk, namun tidak mampu untuk mengetahui nilai baik dan buruk itu secara terinci. Akal hanya mampu menjangkau baik dan buruk tersebut secara garis besar, sebagaimana yang disinyalir oleh tokoh Mu’tazilah Ibn Abi Hasyim.
Oleh karena itu, maka manusia memerlukan petunjuk Tuhan agar dapat menentukan langakah dan tindakan yang tepat guna menghadapi tantangan hidup demi kelangsungan hidup dalam lingkungannya serta dapat hidup dengan baik lebih baik bahagia, baik di dunia maupun akhirat.
Al-Quran petunjuk yang benar
Kebenaran itu terbagi dalam empat kategori yang bertingkat, yaitu sebagai berikut:
- Pengetahuan, yaitu sesuatu yang diperoleh manusia melalui panca indera. Kebenaran pengetahuan ini sangat tergantung kepada kondisi dan secara cara kerja serta kemampuan alat indera yang dipergunakan.
- Imu, yaitu pengetahuan yang telah diuji melalui percobaan, eksperimen, research dan penelitian secara mendalam. Nilai kebenaran di sini masih tregantung pada pancaindera, metodologi riset dan metodologi penalaran ilmiah yang digunakan oelh penelti itu sendiri.
- Filsafat, yaitu ilmu yang telah dimatangkan dengan cara berfikir sitematis, bebas, radikal dan universal. Namun karena filsafat ini adalah hasil pemikiran manusia yang kesempurnaan masih dapat diragukan, maka kebenarannya masih bersifat hipotetis-spekulatif. Dinamakan hipotetis, karena nilai kebenarannya masih sangat relatif, sekarang mungkin dianggap benar, tapi belum tentu esok juga demikian; spekulatif, artinya ada kemungkinan benar dan ada juga kemungkinan salah.
- Wahyu, yaitu ilmu tuhan yang mutlak nilai kebenarannya karena Allah Maha Sempurna. Dia telah menyampaikan sebagaian ilmu-Nya tersebut melalui para Rasuln-Nya, yang terhimpun dalam kitab suci masing-masing rasul, dan bagaimanapun
Sebagian manusia mempunyai kebiasaan yang bertentangan dengan “human needs” (kebutuhan universal manusia), yang tidak diridhai oleh Tuhan. Maka melalui Rasulullah Muhammad saw, Allah memberikan petunjuk guna merubah dan meluruskan tingkah laku serta adat tersebut, yaitu dengan wahyu yang terhimpun dalam al-Quran.
Dan karena mengubah serta meluruskan adat masyarakat bukanlah sesuatu hal yang mudah, maka Allah menurunkan al-Quran secara berangsung-angsur, ayat demi ayat, bahkan kalimat demi kalimat, yang telah dipilih oleh Allah dengan sangat bijaksana, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat saat itu, yakni masyarakat Arab Jahiliyah.
Sari Tilawah Surat al-Alaq
Tim Departemen Agama dalam al-Quran dan Terjemahannya, pada surat al-Alaq, mencatat bahwa Allah menciptakan manusia dari segumpal darah, yang kemudian memberikan padanya kelebihan ilmu melalui tulis-baca. Namun atas nikmat itu, manusia tidak bersyukur, bahkan melakukan sesuatu yang tidak layak, karena mereka merasa memiliki kelebihan ilmu.
Dan adapun surat al-Alaq itu sendiri mengandung beberapa hikmah, antara lain:
Asal-Usul Manusia
Adam, nenek moyang manusia, diciptakan Tuhan dari debu (QS. Ali Imran 59), lalu dari tanah hitam (QS. Al-Hijr 33) sedangkan anak keturunan Adam diciptakan Allah dari saripati tanah (QS. Al-Mu’min 2), dari nuftah, segumpal darah, dan selanjutnya manjadi segumpal daging (Q.S. al-Hajj 5). Dan proses tersebut telah menjadi bahan kajian para cerdik-cendekia yang tak pernah habis.
Peran sarana baca-tulis dan mass-media cetak
Besarnya peran alat baca-tulis dengan disebutkannya kata “al-Qalam” sebagai salah satu nama surat dalam al-Quran. Ibnu Jarir dan Ibn Hatim serta Ibn ‘Asakir mencatat suatu hadits, bahwa yang pertama kali diciptakan Allah ialah “Qalam”. Dan masalah ini dikaji secara mendalam oleh ahli tasawuf, karena menyangkut permasalahan “purwaning dumadi” (asal-usul kejadian).
Dari sisi lain “Qalam” dapat dipergunakan untuk membuat “Blue print” 9identik dengan proyek penciptaan alam).
Ayat ini di samping mendorong umat islam untuk banyak membaca, juga mendorong agar para ulama (orang-orang yang berilmu) gemar menulis ilmu yang dimilikinya. Ibn Jarir Barr mencatat sebuah riwayat, yang menyatakan bahwa di hari kiamat kelak bobot nilai tinta para ulama lebih berat daripada darah para syuhada’.
Langakah perbuatan yang tidak layak
Sebetulnya jika manusia sadar akan asal kejadian dan merenungkann keadaannya saat dilahirkan, yang tanpa busana, tidak mampu melihat, dan tidak dapat mendengar, serta tidak memiliki ilmu atau kecakapan apapun, kiranya mereka tidak akan brbuat yang tak layak. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits, bahwa manusia itu dilahirkan tanpa busana, lalu Alah memberikan rizki, ilmu, serta berbagai macam kecakapan fan kelebihan. Adapun segala nikmat serta kelebihan itu tujuannya adalah untuk menguji manusia dan untuk mengetahui siapa yang lebih baik amalannya (QS. Yunus 14). Dan semoga Alah menjadikan kita sebagai orang-orang yang bertaqwa.
sangat bermanfaat
BalasHapustrimaksih bnyak
posting ini akn sya psang di
article-compilation.blogspot.com
jangan lupa back link nya ya